Wednesday, May 31, 2006

surat terbuka pada PT KAI (Kereta Api Indonesia)

Tentang Merak Jaya

Membaca artikel yang dimuat di Kompas, hari Sabtu tanggal 27 Mei 2006 yang lalu, ada perasaan kesal dan terpinggirkan, sebagai pengguna kereta api Merak Jaya, dalam pikiran saya, hanya berusaha meraba-raba apakah memang PT KAI sekarang betul-betul mengutamakan keuntungan (karena dalam artikel tersebut disebut 37% merugi) atau sebagai satu-satunya perusahaan yang bertaggungjawab atas dunia transportasi kereta api di Indonesia itu kini tidak lagi mengindahkan hal pelayanan publik?

Saya sendiri tidak tahu apakah Merak Jaya tidak beroperasi sampai Merak atau ditiadakan sama sekali, jika ditiadakan sama sekali saya rasa bukanlah hal yang bijak, sebagai pengguna Jakarta-Rangkasbitung, sampai enam bulan terkahir ini , saya tidak pernah menjumpai kereta ini benar-benar sepi (terutama pada hari terkahir kerja dan hari awal bekerja). Kenapa memilih Merak Jaya menuju Rangkasbitung? karena paling mudah dan terjangkau, serta tempat nya strategis, tidak perlu jauh-jauh ke Kalideres atau yang agak bahaya di pinggiran jalan tol.

Dan jika berpangku pada kereta ekonomi, tentu PT KAI sadar dan telah membuka matanya lebar-lebar terhadap kondisi dan fakta yang sering terjadi, mulai dari bertumpuk-tumpukan (dan sungguh tidak manusiawi), sampai pada faktor kenyamanan yang sangat jauh dari kelayakan. Jika memang PT KAI ingin memfungsikan pelayanan publik secara maksimal, tentunya bukan pada jalur gemuk dan ada kereta eksekutif saja bukan? Selain saya mungkin juga ada pengguna jasa yang menggunakan Merak Jaya, yang memilih Merak Jaya karena berjadwal dan tempatnya strategis untuk menjangkaunya yakni stasiun Kota maupun Tanah Abang. Dan saya pun bukanlah pengguna jasa yang 'nakal', selalu membayar karcis dan tidak pernah membayar diatas, tidak merusak bahkan tidak merokok dalam kereta . Saya rasa perlakuan PT KAI terhadap konsumen-nya sungguh berbalik menurut nalar saya, yang tertib makin diabaikan, sedangkan yang carut marut dibiarkan (entah apa demi menangguk keuntungan atau bukan), sebuah gambaran pada konsumen yang dianggap 'minoritas' dan 'tidak menguntungkan' bagi PT KAI , padahal saya dan pengguna jasa kereta api Merak Jaya yang lain, bisa jadi selalu menaati peraturan. Mungkinkan ini sebuah gambaran bahwa kaum minoritas (dalam hal ini pengguna Merak Jaya) di Indonesia ini sudah kesulitan mendapatkan perlindungan dan kenyamanan dalam pemenuhan kebutuhan terutama tranportasi?


ps: bapak direktur pt kai, mungkin merak jaya merugi karena banyak yang gak bayar terus bayar diatas dan masuk ke kantong para pegawai bapak, yang salah siy tetep aja manajemen yang bapak pimpin, karena tidak memberikan kesejahteraan yang layak bagi petugas lapangan, jangan suka nyalahin konsumen deh pak...mending kita evaluasi masing-masing dengan obyektif....